KPK OTT Bupati Bengkayang Dan Bupati Muaraenim.

Foto.Net
JAKARTA, PUBLIKZONE. COM --- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kalimantan Barat (Kalbar). Kali ini yang ditangkap adalah Bupati Bengkayang, Suryadman Gidot.

Selain Bupati, KPK juga mengamankan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Alexius (AKS), dan lima pihak swasta bernama Rodi (RD), Yosef (YF), Nelly Margaretha (NM), Bun Si Fat (BF) dan Pandus (PS).

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, mengatakan, Selain Bupati ada enam orang lagi yang dibawa ke KPK. 

"Saat ini mereka yang diamankan masih menjalani proses pemeriksaan secara intensif. Dugaan sementara, OTT ini terkait transaksi suap proyek di Pemkab Bengkayang," ujarnya, Rabu (4/9/2019).

Sebelumnya tanggal 2 September 2019, KPK telah melakukan OTT terhadap Bupati Muara Enim Ahmad Yani dan tiga orang yang terlibat sebagai pemberi dan penerima suap.Ahmad Yani kini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK kemarin. 

Dalam kasus ini, diduga suap terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim yang semestinya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat secara maksimal tanpa harus “dipotong” sebagai setoran suap pada Kepala Daerah.

"Dalam OTT ini, KPK mengamankan 4 orang di Palembang dan Muara Enim, Ahmad Yani Bupati Muaraenim, Elfin Muhtar Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Robi Okta Fahlefi dari PT Enra Sari sebagai tersangka pemberi, dan Edi Rahmadi staff Robi Okta Fahlefi," Katanya kemarin. 

Lebih lanjut Basariah menjelaskan, Robi diduga bersedia memberikan commitment fee 10 persen untuk mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai Rp 130 miliar. Duit itu diduga diberikan dalam bentuk dolar Amerika Serikat.

"Bupati Muara Enim Ahmad Yani diduga telah menerima fee atau upah sekitar Rp 13,4 miliar dari pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi," ungkapnya.

Menurut Basaria, pada awal tahun 2019 Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik pembangunan jalan Tahun Anggaran 2019.

"Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga terdapat syarat atas pemberian commitment fee sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan," kata Basaria.

Permintaan fee itu diduga berasal dari Ahmad Yani selaku Bupati. Dalam proses pengadaan, pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi bersedia memberikan fee 10 persen.

Dengan demikian, perusahaannya berhasil memenangkan 16 paket pekerjaan senilai Rp 130 miliar tersebut.

Pengurusan proyek itu melalui Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar

"Pada tanggal 31 Agustus 2019 EM (Elfin) meminta kepada ROF (Robi) agar menyiapkan uang pada hari Senin dalam pecahan dollar AS dengan istilah 'Lima Kosong-kosong'," kata Basaria.

Basaria menyatakan, istilah 'Lima Kosong-kosong' itu merujuk pada persiapan uang Rp 500 juta bagi Ahmad Yani yang ditukar menjadi 35.000 dollar AS.

"Sehingga, dalam OTT ini KPK mengamankan uang 35.000 dollar AS yang diduga sebagai bagian dari fee 10 persen yang diterima Bupati AYN dari ROF," kata dia.

Yani dan Elfin dijerat dengan Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Robi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999. (RED)

Posting Komentar

0 Komentar